Salah seorang sahabat sedang mengalami masalah rumah tangga serta meminta saran dan nasihat. Sebagai sahabat yang baik tentu saya akan setia mendengar curahan hati dan perasaannya. Sekedar saran atau nasihat tentu saja saya berikan untuk hal-hal yang baik untuk menentramkan hatinya bukan untuk menyulut emosinya. Saya tidak ingin ikut campur bila kaitannya dengan rumah tangga orang lain. Setiap pasangan memiliki ranah pribadi dimana saya memiliki komitmen tidak akan menyentuhnya meskipun itu sahabat terdekat sekali pun.
Setiap rumah tangga pasti memiliki permasalahan masing-masing, dan untuk pemecahannya pun tergantung dari pasangan tersebut. Segala sesuatu yang diniatkan untuk tujuan baik pasti akan tercapai bila masing-masing individu sadar akan hak dan kewajibannya serta berpegang teguh pada komitmen dan konsekuensi yang terbentuk dalam berumah tangga.
Masalah salah satunya akan terjadi apabila salah satu pasangan belum memahami posisinya dalam rumah tangga dalam pandangan masyarakat dalam segi kepatutan atau kepantasan. Di Indonesia kepatutan atau kepantasan masih menjadi suatu norma dan adat ketimuran yang dipegang teguh. Apalagi bila norma tersebut diperkuat dengan syariah agama. Hal ini bila dilanggar tentu akan menyebabkan fitnah maupun ghibah.
Dalam kehidupan sehari-haripun di luar pasangan yang telah berumah tangga, kita harus memperhatikan etika bergaul. Apalagi dalam kehidupan rumah tangga benar-benar harus memperhatikan hal tersebut terutama terhadap lawan jenis. Dalam etika bergaul, kita diperbolehkan untuk berteman dengan siapa pun, namun ada batasan-batasan dalam norma kepantasan yang harus kita penuhi.
Bagi wanita maupun pria yang telah menikah tentu akan membatasi hubungan pertemanan yang terlampau dekat dengan lawan jenis misalnya curhat berdua, pergi bersama, atau hal-hal lain diluar sepengetahuan pasangan maupun di luar hubungan pekerjaan. Hal ini merupakan konsekuensi dalam kaitannya dengan menjaga diri dari hal-hal yang akan menyebabkan fitnah maupun ghibah dan tentu saja menghargai perasaan masing-masing pasangan.
Ok, kembali kepada seorang sahabat yang mengalami masalah rumah tangga. Sesuai dengan komitmen, saya tidak ingin ikut campur dengan permasalahan rumah tangga sahabat saya tersebut dan tidak ingin berpihak. Masing-masing individu selalu diberikan kesempatan untuk mengalami cobaan dan permasalahan. Hal tersebut merupakan media pembelajaran untuk menjadi lebih dewasa dan bijak.
Saya hanya bisa mendoakan semoga segera diberikan jalan keluar untuk perubahan yang lebih baik. Semoga pasangannya segera mengerti akan posisinya dalam berumah tangga. Semoga selalu diluruskan jalannya untuk tidak melanggar norma kepantasan dan tanggungjawabnya sebagai nahkoda yang baik. Nahkoda yang akan selalu menjaga kapalnya dari limbung akibat terpaan angin dan badai, serta menjaga kebocoran agar tidak tenggelam di tengah lautan dan selamat sampai tujuan. Dan semoga sahabat saya selalu diberikan kesabaran untuk selalu mendampingi. Amin. Ingatlah selalu di kapal itu kalian tidak sendiri lagi.
Thursday, October 21, 2010
Tuesday, August 31, 2010
Kebohongan dan Kejujuran
Apa yang kamu lakukan bila tanpa sengaja menemukan fakta dan data valid yg merupakan suatu kebohongan seseorang terhadap diri sendiri, orang tua dan orang lain? dan cukup ternganga dengan keberanian dia dalam merekayasa suatu kebohongan.
Bukan suatu hal yg merugikan orang banyak tetapi merupakan suatu tanggung jawab moral bagi diri dan orang tua. apakah sebaiknya mengambil sikap selemah-lemahnya iman yaitu tetap diam tapi membenci hal tersebut? atau mengungkapkan suatu hal yang dengan resiko dituduh memfitnah, membuka aib dan mungkin akan dibenci oleh seseorang yang rahasianya diungkapkan?
Mungkin rahasia ini lebih baik diungkapkan secara jujur oleh orang yang bersangkutan. Tapi bila orang tersebut tidak memiliki keberanian ataupun mungkin egonya yang berbicara untuk tidak berterusterang, Salahkah kita bila membiarkan suatu kebohongan yang telah kita ketahui tidak terungkap selama bertahun-tahun? Salahkah kita bila kita membiarkan seseorang yang membohongi orang lain itu terus menimbun dosa atas kebohongannya? dan berarti kita pun ikut berdosa dengan menutupi kebenaran yang sebenarnya telah kita ketahui.
Tetapi berhak kah kita untuk mengungkapkannya?
Di satu sisi kita mungkin tak ingin dibenci orang yang berbohong itu, di sisi lain hati nurani kita berontak melihat orang lain yang dibohongi hidup dalam pikiran dan anggapan yg terbentuk oleh kebohongan tersebut. Dan lebih miris lagi saat melihat dimana kebohongan itu terus berlanjut dari dua orang menjadi banyak orang.
Mungkin saat ini kita hanya bisa diam.. wait and see. Tapi saya percaya Allah Maha Mengetahui, dan mungkin Allah akan menunjukan caranya entah dengan jalan apa kebenaran itu akan terungkap dan itu mungkin akan menyakitkan bila diketahui dari bibir orang lain.
pesan moral : Kejujuran memang terkadang menyakitkan, tetapi itu lebih baik daripada hidup dalam kebohongan. Membohongi diri sendiri, keluarga dan orang lain seumur hidup. Semoga orang yang melakukannya dapat terketuk dengan cerita saya ini. Dan semoga dapat memperoleh keberanian untuk berkata jujur. Semoga..
Bukan suatu hal yg merugikan orang banyak tetapi merupakan suatu tanggung jawab moral bagi diri dan orang tua. apakah sebaiknya mengambil sikap selemah-lemahnya iman yaitu tetap diam tapi membenci hal tersebut? atau mengungkapkan suatu hal yang dengan resiko dituduh memfitnah, membuka aib dan mungkin akan dibenci oleh seseorang yang rahasianya diungkapkan?
Mungkin rahasia ini lebih baik diungkapkan secara jujur oleh orang yang bersangkutan. Tapi bila orang tersebut tidak memiliki keberanian ataupun mungkin egonya yang berbicara untuk tidak berterusterang, Salahkah kita bila membiarkan suatu kebohongan yang telah kita ketahui tidak terungkap selama bertahun-tahun? Salahkah kita bila kita membiarkan seseorang yang membohongi orang lain itu terus menimbun dosa atas kebohongannya? dan berarti kita pun ikut berdosa dengan menutupi kebenaran yang sebenarnya telah kita ketahui.
Tetapi berhak kah kita untuk mengungkapkannya?
Di satu sisi kita mungkin tak ingin dibenci orang yang berbohong itu, di sisi lain hati nurani kita berontak melihat orang lain yang dibohongi hidup dalam pikiran dan anggapan yg terbentuk oleh kebohongan tersebut. Dan lebih miris lagi saat melihat dimana kebohongan itu terus berlanjut dari dua orang menjadi banyak orang.
Mungkin saat ini kita hanya bisa diam.. wait and see. Tapi saya percaya Allah Maha Mengetahui, dan mungkin Allah akan menunjukan caranya entah dengan jalan apa kebenaran itu akan terungkap dan itu mungkin akan menyakitkan bila diketahui dari bibir orang lain.
pesan moral : Kejujuran memang terkadang menyakitkan, tetapi itu lebih baik daripada hidup dalam kebohongan. Membohongi diri sendiri, keluarga dan orang lain seumur hidup. Semoga orang yang melakukannya dapat terketuk dengan cerita saya ini. Dan semoga dapat memperoleh keberanian untuk berkata jujur. Semoga..
Subscribe to:
Posts (Atom)